Bukti Resi Paket Pesanan Buku Proyek Perubahan

buku-stakeholder-pp buku-panduan-praktis-lpp buku-mpp buku-kms-inovasi-sp buku-dr buku-diagranc

Diantara sebagian Bukti resi kiriman pesanan buku.
Via TIKI, JNE, Wahana dan Pos. Bahkan cargo bandara (jika bobot besar)

Taufik babel Zain1 kemndagri Zain2 kemdagri Holi P3 DKI Lebak pim3 Verdhy Waropen papua Noorherlina P Bun Yovi KPN Lbuk Skpg Agung depok Aminudin and Suryono Mahdar ekoharyan BMKG maryanti Malut kasman polri Arman Jambi Aminudin 701 Aminudin 702 BNN Malut 2 Alful sda diklat Sulsel Rita BNPB Jkt Kemenag Bali Amin Nazim Dumai Guber Jabar Guber Jateng Blitar Aceh Timur Papua Jypura BPSDM Kumham Cinere Lubuk Linggau Sorong Selatan papua Kalbar Kalsel Lampung Sulut Gorontalo Sulbar Kaltim NTB NTT Kumdil Bgor Keu Mglg Kem PU Jakarta BPKP Was Ciawi Pertan Ciawi Kehutanan Bgor Sumut NAD Aceh Sumsel Jambi Sumbar Kalteng Custo Smg Cibinong Bogor

Koleksi Resi Tiki-JNE (3) Koleksi Resi Tiki-JNE (2)Imam Chom Lmjg (1) Roaeni BantenLeli MkasarSoeramto sragenNurhana April Banten Heri haryono DKISyarif H Banten Soetaryo BPSDMA Perhub 2Fauhidi BPDSMA Perhub 1 Trina Sumbar (3)!!Chairullah Babel 01 !!Bandiklat Nurhana Banten !!Bandiklat Bengkalis !!Artadi Bekasi Jabar !! Lusi BKD Cilegon !! Akbar Kb Jeruk !! Adib Bengkulu !! A Heru Babel

!!Endra DKI Jkt !!Fajriyani Sulsel !!Imam BKD Lumajang !!Kemen PU Jaks !!Mirza Kalsel !!Nurrahman Pim3 A38 Jkt !!Rizal Kemendagri !!Vidi Yunivan Lampung !!Tata Natasya Banten !!Tata 2 Banten !!Setiaji !!Safwana PPU Kaltim

Testimoni Pelanggan Kami

Diklatpim Pola Baru ternyata cukup kompleks. Tidak cukup hanya diberikan bahan tayang. Buku ini adalah jawaban kebutuhan peserta Diklatpim yang ingin menjadi pemimpin perubahan. Bravo buat penulisnya yang membuat pencerahan.
(Artadi, SAP, M.AP., Ka Biro, Bidang Umum I – SETNEG RI, peserta Diklatpim III SETNEG Jakarta, Telp. 021-2354 5001, Hp 0812 8027 32xx)

Proyek perubahan adalah sesuatu yang TIDAK main-main. Dibutuhkan kekuatan landasan pengetahuan untuk menjadi pemimpin perubahan. Jangan setengah-setengah! Maju terus. Rawe-rawe rantas, malang-malang putung !
(Ahmad Riza Z, Peserta Diklatpim Tingkat IV-2014 Pusdiklat Pegawai Kementerian Kominfo, Hp. 0815 9379 45xx)

Saya cukup lama menunggu modul Diklatpim Pola Baru dari LAN Jakarta, namun akhirnya saya temukan buku ini dijual secara online. Tentunya menjadi jawaban bagi doa-doa kami. Semoga daerah lain ikut menikmati isi buku ini.
(Agustina Rantesalu, Widyaiswara Badan Diklat Provinsi SULSEL, Makassar – SULSEL, HP. 081 242 222 4xx)

PMLPP 01 Sampul MPP awal 1

Mengikuti Diklatpim Pola Baru ini sangat berat, namun kami hanya diberi bahan tayang power point dan diminta mengembangkan secara mandiri. Akhirnya saya googling di internet dan saya temukan buku unik ini. Terima kasih penerbit AFJ. Sukses selalu.
(Endra Muryanto, Peserta Diklatpim IV-A.38 DKI Jkt, Taman Duren Sawit B1 No. 16 RT 008 RW 016 Kec. Duren Sawit, Jakarta Timur, Telp. 021-8604715 – 0813 1127 49xx)

Pola Baru Diklatpim di lingkungan Kejaksaan telah menemukan solusi berupa buku yang cukup membantu rekan-rekan peserta diklatpim.
(Abraham, Balai Diklat Kejaksaan RI Jl. Harsono RM No. 1 Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Hp 0812 8000 44xx)

Terima kasih, paket buku sudah kami terima dan pelajari. Saya sangat terbantu sekali.
(Chairullah, Kec. Toboali, Kab. Bangka Selatan, Provinsi BABEL, Hp. 0812 717 543x)

Buku yang memang ditunggu-tunggu untuk peserta Diklatpim Pola Baru. Kami sudah memesan 6 angkatan. Sukses selalu ya pak.
(Nurjana, Bidang Penelitian, Badan Diklat Provinsi Banten, Telp. 0253-206554 / 0812 8298 337x)

Assalamu’alaikum, kami atas nama rekan2 peserta mengucapkan terima kasih atas bantuan/ bimbingan yang kami peroleh dari penulis buku ini. Semoga silaturrohmi tetap kita pelihara.
(Eka Darmawan, peserta Diklatpim Tk. III DKI Jakarta, 0812 8690 33xx)

Saya banyak mengucapkan terima kasih, Alhamdulillah saya termasuk Lulus 3 besar dengan kualifikasi LULUS MEMUASKAN. Buku yang sangat membantu.
(Asrol Jadid, Diklatpim Tk. III Provinsi  Kalbar,  0813 4516 42xx)

Oh, ya kami mengucapkan terima kasih (dengan membaca karya penulis ini) saya sangat terbantu, dan hasilnya saya termasuk LULUS TERBAIK.
(Joko Setiono, Diklatpim Tk. III Provinsi Kaltim, 0811 581 73x)

Assalamu’alaikum pak, buku sudah kita baca2, alhamdulillah dapat menambah wawasan kami, salam dan ucapan terima kasih dari teman-teman Diklatpim Tk. III Kementerian PU Jaksel. Sekali lagi terima kasih, sukses dan barokah selalu.
(Yusdiana Caya, Diklatpim III Kementerian Pekerjaan Umum Jaksel, 0813 2375 938x)

Sejak awal kami berkomitmen membekali peserta dengan buku pelengkap Pola Baru dan kami mengetahui ada buku ini dijual secara online, kami pun memesannya paket 2 angkatan sekaligus.
(H. Rafiardhi Ikhsan, Panitia Diklatpim, Badan Diklat Pegawai Kab. Bengkalis – Riau, 0813 7170 99xx)

Awalnya saya tidak percaya (sambil ngucek mata… hehehehe), begitu paket pesanan buku diterima dan dibaca, isinya sangat membantu menggambarkan proyek perubahan Diklatpim IV. Terima kasih pada penerbit.
(Denny Alfa Taruna, Peserta Diklatpim IV Kabupaten Kediri)

Penulis buku ini jeli melihat peluang dalam Pola Baru. Sebuah buku yang membantu kami.
(Rd. Deni Saputra, S.Sos, M.AP, Diklatpim IV Kota Bandung)

Salam wrwb, alhamdulillah, seminarnya LPP sudah selesai dan saya Lulus 100% dengan nilai cukup memuaskan. Terima kasih sebelum dan sesudahnya.
(M. Hasan Riyadi, Peserta Diklatpim Tk. III BPKP Pengawasan, Ciawi-Bogor, 0812 1570 0xx)

Assalamu’alaikum, alhamdulillah saya sudah seminar LPP dan mendapatkan Sertifikat KELULUSAN. Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasama yang baik. Dari kami peserta Diklatpim Tk. III Kementerian Nakertrans, salam hormat & sukses.
(Asriani Koke, Peserta Diklatpim Tk. III Kementerian Nakertrans, 0813 8506 44xx)

Sejak saya bertemu langsung di Badan Diklat Provinsi dengan penulisnya dan ditunjukkan bukunya beliau, saya sudah percaya isinya pasti bermanfaat sekali untuk Diklatpim Pola Baru.
(Resli Paputungan, Diklatpim III Bolaang Mongondow Selatan Prov. Sulut, 0852 5684 572x)

Untuk Panitia Diklatpim ataupun Badan Diklat Provinsi saya rekomendasikan untuk membekali peserta dengan buku referensi seperti ini karena sangat dibutuhkan peserta Diklatpim IV dan III Pola baru.
(H. Ukkas Abdul Latif, Bappeda Sulawesi Tengah)

Saya bertemu dengan penulisnya langsung. Penjelasannya gamblang, mudah dicerna. Dan pesanan buku sudah kami terima. Panitia dan Widyaiswara seharusnya memfasilitasi peserta dengan buku-buku seperti ini.
(Agustinus Manibuy, Pim III Kab. Asmat-Papua di Pusdiklat Regional Depdagri Yogyakarta)

Selamat dan Sukses buat bukunya Pak Fathur Rohman. Rekan-rekan senang bertemu bapak. Semoga silaturrohmi kita tetap abadi.
(Carsono, Peserta Diklatpim III Tangsel, 0817071196x)

Makalah: Kunci inovasi fokus pada perbaikan proses

Direpost dari LAN RI

Banyak orang beranggapan bahwa menciptakan ide-ide baru merupakan awal dari proses inovasi, padahal sebenarnya tidak juga. Menurut Longdon Morris, ide-ide baru justru muncul di tengah-tengah proses yang saat ini berlangsung.

Menurutnya, dengan fokus pada perbaikan proses, maka inovasi itu akan muncul.

Secara historis proses kerja berfokus pada peningkatan efisiensi, waktu siklus, kualitas, atau biaya proses tertentu. Banyak dari upaya ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang signifikan. Namun ada aspek lain dari proses yang bisa dibilang “jarang” digunakan, padalah sangat berpotensi besar meningkatkan kinerja perusahaan (atau instansi) secara keseluruhan.

Proses merupakan aktualisasi dari strategi. Artinya, proses adalah cara-cara yang unik bagaimana perusahaan (atau instansi) mencoba menciptakan produk yang berharga bagi pelanggan dan itu tercermin dari proses yang berlangsung sehari-harinya.

Seberapa baik perusahaan (atau instansi) melakukan proses tersebut secara langsung, maka hal tersebut akan berdampak pada kepuasan dan loyalitas pelanggan mereka.

Jika Anda ingin benar-benar fokus pada strategi perusahaan (atau instansi), maka Anda perlu meningkatkan kinerja operasional dan terus membangun komunikasi yang baik dalam setiap proses yang berjalan.

Strategi brainstorming dinilai tidak lagi diperlukan, sehingga perusahaan (atau instansi) bisa fokus pada bagaimana proses yang lebih mendetail bisa diukur dan berorientasi pada perbaikan proses terus menerus. Sehingga bisa menghasilkan produk dan pengalaman yang lebih baik dari apa yang sudah tersedia di pasar.

Apa saja langkah-langkah melakukan perbaikan proses sehingga perusahaan (atau instansi) bisa menciptakan output yang memuaskan bagi pelanggan?

The Starting Point

Untuk upaya perbaikan proses, ada dua bidang pengetahuan yang dibutuhkan untuk merencanakan suatu program eksekusi. Yang paling pertama adalah titik awal. Sama halnya ketika Anda mengemudi kendaraan, dimana Anda memiliki tujuan dan arah bagaimana sampai ke tujuan Anda.

Dari sudut pandang proses, ini berarti mengetahui subjek proses dari kondisi saat ini (current state), bagaimana sebuah proses saling berhubungan dengan proses lainnya, kegiatan yang dilakukan untuk memproduksi output, performers, skill, input, output, peralatan yang dibutuhkan, atribut yang berbeda (kualitas, warna, ukuran, dll), dan informasi lainnya yang membuat proses itu berharga dan unik. Dengan menentukan titik awal, maka Anda bisa menentukan dimana titik akhirnya.

Strategi Inovasi

Kebanyakan strategi yang baik adalah yang bisa memberikan diferensiasi bermakna yang memudahkan pelanggan untuk memilih. Produk dan pengalaman tidak harus sempurna, mereka hanya harus unggul dari produk-produk yang ada di pasar.

Inovasi adalah kerja keras. Misal, ada produk baru yang ingin Anda tawarkan di pasaran, maka Anda akan perlu melibatkan departemen pemasaran karena mereka akan membuat strategi kampanye untuk mendapatkan audiens baru melalui saluran komunikasi baru. Strategi internal ini bukan hanya akan menciptakan komunikasi yang baik lintas divisi, tapi juga mendorong kolaborasi dari setiap orang di dalam tim.

Inovasi Operasional

Dalam tahap ini perbaikan dilakukan dengan fokus pada peningkatan kualitas output, performa mesin, mengurangi biaya produksi, dan faktor efisiensi lainnya. Ini disebut perbaikan proses tradisional. Hal ini memberikan karyawan atau tim untuk membuat mesin produksi lebih kuat, fleksibel, lebih spesifik, dan lebih cepat.

Sama halnya dengan upaya strategis, inisiatif strategis operasional juga memerlukan bisnis yang kuat. Untuk kedua inovasi strategis dan operasional, sangat penting bahwa manajer mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan perbaikan mereka untuk memastikan bahwa perbaikan pada satu proses tidak menimbulkan inefisiensi pada proses lainnya. Mekanisme untk mengevaluasi inisiatif perbaikan ini disebut manajemen inisiatif.

Manajemen Inisiatif

Berbeda dengan manajemen perusahaan (atau instansi) kebanyakan pada saat ini, manajemen inisiatif tidak hanya menyediakan persetujuan kepada inisiatif atau mengecek progres semata. Ini merupakan sebuah pola pikir yang cukup baru yang menganggap bahwa inisiatif sebagai investasi. Ketika melihat inisiatif perbaikan dari sudut pandang ini, maka sangat penting untuk membuat list proses mana yang menjadi prioritas.***

Sumber: process excellence Blog

Buku Merancang Proyek Perubahan Diklatpim Pola Baru

Sampul MPP awal 1Pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan (Diklat PIM) pola baru sesungguhnya merupakan upaya inovatif dalam rangka membentuk sosok pemimpin strategis-taktikal-operasional yang mampu membangun kompetensi menjabarkan dan memimpin pelaksanaan visi dan misi instansi ke dalam program (Diklat PIM Tingkat III) dan membentuk sosok kepemimpinan operasional yang mampu menyusun rencana dan memimpin pelaksanaan kegiatan (PIM Tingkat IV).

Inovasi kunci Perubahan

Inovasi adalah unsur penting dalam Diklat ini karena proyek perubahan baru dapat dirancang dan diwujudnyatakan melalui inovasi perserta Diklat. Oleh karenanya, dalam Diklat Pim Pola Baru ini, inovasi merupakan salah satu agenda dari 5 (lima) agenda yang harus dilaksanakan setiap peserta Diklat.

Alasan mendasar organisasi memerlukan perubahan adalah karena sesuatu yang relevan bagi organisasi telah berubah, atau akan berubah. Oleh sebab itu, organisasi tidak punya pilihan lain kecuali berubah juga. Perubahan ini terjadi karena adanya dorongan untuk berubah.

Tujuh Proses Perubahan Organisasi

Ada 7 (tujuh) langkah komprehensif yang ditempuh dalam proses perubahan organisasi. Langkah-langkah tersebut yaitu:

  1. Kenali kebutuhan akan perubahan. Dst .
  2. Tetapkan tujuan perubahan. Set Your goals,
  3. Diagnosis apa yang menyebabkan perlunya dilakukan perubahan. Diagnosa everything that it need to make change,
  4. Pilih teknik / metode perubahan yang sesuai untuk mencapai tujuan. Choose the relevant change method to reach your goals,
  5. Rancanglah implementasi Proyek Perubahan. Lakukan Implementasi Proyek Perubahan,
  6. Dst , dan
  7. Dst .

Sebuah manajemen perubahan yang efektif harus mampu memahami penolakan yang sering kali mengikuti perubahan. Ada beberapa hal yang menjadi alasan terjadinya penolakan terhadap perubahan organisasi, yaitu:

  1. Ketidakpastian
  2. Kepentingan pribadi yang terancam
  3. Perbedaan persepsi
  4. Rasa kehilangan.

Teknik mengatasi penolakan Perubahan

Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan yang terjadi dalam organisasi, setidaknya ada beberapa teknik yang bisa diterapkan, yaitu:

  1. Gerakkan Partisipasi para pihak.
  2. Berikan Pendidikan dan komunikasi.
  3. Berikan Fasilitasi.
  4. Tawarkan negosiasi dan dapatkan persetujuan/ kompromi.
  5. Lakukan manipulasi dan kooptasi. Maksudnya manipulasi di sini dst dst ..
  6. dst.

Dalam Diklatpim Pola Baru ini diperkenalkan istilah coach atau counselor dan mentor (pembimbing). Yang dimaksud mentor adalah seorang atasan langsung peserta diklatpim yang dilibatkan dalam proyek perubahan. Sedangkan seorang coach disini adalah dari widyaiswara pembimbing dari Badan Diklat / Balai Diklat / Pusdiklat.

Menjadi coach

Untuk menjadi coach yang baik, ada 5 langkah coaching yang harus dikuasai yaitu:

  1. Membangun kepercayaan terhadap coachee.
  2. Mendengarkan secara aktif.
  3. Mengklarifikasi untuk kejelasan pembicaraan.
  4. dst.

Peran mentor

Sedangkan dalam merancang dan implementasi Proyek Perubahan, peran seorang mentor yaitu diantaranya :

  1. Memberikan masukan dalam rancangan dan implementasi proyek perubahan.
  2. Mengecek kebenaran rancangan proyek perubahan.
  3. Memberikan persetujuan atas rancangan proyek perubahan.
  4. Memberikan dukungan terhadap rancangan dan implementasi proyek perubahan.

 

Analisis Stakeholder

…… Adapun Stakeholders analysis merupakan suatu kegiatan menganalisis sikap dan respon dari stakeholders terhadap pelaksanaan kebijakan atau proyek. Biasanya analisis stakeholder dilakukan pada tahap persiapan pelaksanaan proyek untuk mengetahui respon dari stakeholders terutama mengenai kemungkinan perubahan proyek…..

Langkah-langkah analisis stakeholder

Adapun langkah-langkah analisis stakeholder dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Langkah I, identifikasilah stakeholder
  2. Langkah II, lakukan assessment terhadap kepentingan-kepentingan para stakeholder dan dampak-dampak potensial yang muncul dari kepentingan-kepentingan
  3. Langkah III, lakukan assessment terhadap pengaruh dan kepentingan para stakeholder
  4. Langkah IV, buatlah satu kerangka untuk menentukan strategi pelibatan stakeholder. Dst dst…..

Roadmap Proyek Perubahan

Begitu mendengar kata perubahan, sebagian orang boleh jadi langsung merasa ciut. Barangkali ia membayangkan ketidak-pastian yang membentang di depan mata, “Bagaimana kalau gagal?” Karena itu ia ragu-ragu untuk melangkah.

Keraguan semacam itu bukan hanya menghinggapi orang per orang. Lantaran sudah nyaman berada dalam satu keadaan, merasa telah mapan, organisasi pun biasanya enggan untuk mencoba sesuatu yang baru. Apa lagi bila membayangkan besarnya skala perubahan, yang menyangkut banyak segi, melibatkan banyak bagian dalam organisasi, dan diperlukan pengerahan sumber daya yang tidak sedikit, baik itu manusia, waktu, dana, maupun energi. Mungkin saja ada yang membayangkan melakukan perubahan itu tak ubahnya memasuki hutan belantara dan kita tidak mengetahui pasti apakah kita akan sampai ke tempat tujuan. Dst dst…..

PMLPP 01Tata Kelola Proyek Perubahan

Manajemen proyek dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengaturan, kepemimpinan, dan pengendalian dari suatu proyek oleh para anggotanya dengan memanfaatkan sumber daya seoptimal mungkin untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Fungsi dasar manajemen proyek terdiri dari pengelolaan-pengelolaan lingkup kerja, waktu, biaya, dan mutu. Pengelolaan aspek-aspek tersebut dengan benar merupakan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu proyek. Dst dst…..

Ada dua hal yang perlu dipersiapkan dalam melakukan langkah diagnosa organisasi, yaitu agar sukses dalam melakukan diagnosa, serta mendapatkan hasil yang optimal dalam melakukan perubahan dan pengembangan, diantaranya yaitu:
Langkah Diagnostic Reading

Langkah diagnostic reading seperti yang digambarkan Awang Anwaruddin dimulai dari upaya mencermati visi-misi dan tupoksi organisasi. Tingkat capaian visi misi dan tupoksi dihubungkan dengan adanya serangkaian gejala permasalahan kondisi saat ini perlu diidentifikasi melalui proposal proyek perubahan, sehingga diperoleh beberapa poin permasalahan organisasi yang paling aktual dan layak dieksekusi.

Selanjutnya reformer (dengan bantuan konsultasi mentornya dan coach) memilih skala prioritas area perubahan yang mendesak untuk segera dilakukan –tentunya dengan memperhatikan tupoksi reformer- sehingga diperoleh output perubahan apa yang diinginkan. Output perubahan akan menghasilkan peta stakeholder yang terkena dampak perubahan. Dengan adanya analisis peta stakeholder internal maupun eksternal yang terdampak perubahan, maka reformer dapat membangun struktur tim efektif yang akan mengeksekusi proyek perubahan.

Selanjutnya diperoleh faktor kunci keberhasilan (FKK) yang akan menentukan dalam membuat milestone (tahapan-tahapan) kegiatan proyek perubahan. Dalam proses berfikir berdasarkan milestone (milestone-based thinking) akan membantu reformer mengkomunikasikan perubahan kepada partner potensial yang berusaha membantu Anda, mengapa hal ini penting dan bagaimana setiap aktifitas berkontribusi terhadap capaian kinerja dari keseluruhan tujuan.

Tujuan dan Sasaran perubahan secara jelas dituangkan dalam milestone ini dan dieksekusi oleh tim yang kompeten. Inilah yang kemudian disebut sebagai kondisi ideal dimana inovasi berhasil diterapkan.
Project Charter

Riyantono Anwar, Master Black Belt dan konsultan senior dalam artikelnya mengatakan bahwa masalah besar akan muncul ketika anda mengabaikan Project Charter di awal proyek. Ketika project leader dan tim mulai menjalankan aktivitasnya selama beberapa waktu, baru mulai diketahui bahwa ada masalah; katakanlah arah langkah proyek yang tidak lagi sesuai dengan arah langkah organisasi. Karenanya, proyek harus dimulai kembali dari awal. Bayangkan, berapa banyak biaya, tenaga dan waktu yang telah terbuang sia-sia?

Project Charter adalah dokumen yang digunakan untuk memulai proyek perubahan. Dokumen project charter berisi informasi penting yang mencakup penjelasan ringkas dari sebuah proyek yang akan dijalankan. Dokumen ini menampilkan judul proyek yang dikerjakan, latar belakang dijalankannya proyek, deskripsi, tujuan, manfaat, target, ruang lingkup, tim yang terlibat, durasi pengerjaan proyek, milestone, tatakelola dan sebagainya. Dalam diklatpim dikenal dengan Kesepakatan Area Perubahan/ RPP / Rencana Aksi PP.

….Dan masih banyak konsep yang dibahas dalam buku ini untuk menyusun 4 format dan 1 laporan BT 1.

Akan lebih lengkap jika setiap peserta Diklatpim memperkuat bais argumen LPP nya dengan 2 buku kami ini :

Harga @ Rp. 100.000 / exp.

Pemesanan kolektif 40 exp (terdiri dari 2 judul @ 20 exp)
GRATIS ONGKIR dalam Jawa.

 

Tebal :  xi + 149 halaman

Harga : Rp. 100.000,-/exp

Dijual untuk peserta Diklatpim, sistem paket 30 exp. (gratis ongkir dalam Jawa, untuk 1 kelas Diklatpim).
Dijual KHUSUS untuk Badan Diklat /PUSDIKLAT/ BALAI DIKLAT / BKD / Instansi Pemerintah.
Segera pesan sebelum kehabisan.

Hubungi marketing kami 0813 2199 5789

Sumber: http://kkpdiklatpim.wordpress.com/2014/02/19/merancang-proyek-perubahan/

The Big Picture Manajemen Perubahan

Direpost dari tulisan Gatot Widayanto August 23, 2012

Keterlibatan saya dalam bidang yang belakangan ini biasa dikenal dengan sebutan Change Management (manajemen perubahan) berawal dari karir awal saya sebagai konsultan di PT Price Waterhouse Indonesia Konsultan di bulan Agustus 1994. Pada awalnya saya mendapat penugasan dari Managing Partner saya saat itu, Kemal Stamboel, sebagai Lead Consultant pada proyek singkat studi kelayakan. Atasan langsung saya, yang juga adalah pembimbing baik saya di dunia konsultan manajemen, David Robertson, mempercayai saya sebagai Lead Consultant, bertugas memimpin tim kecil terdiri dari tiga orang (termasuk saya). Cukup gagap juga saya karena dua orang di dalam tim saya itu sudah sangat senior dari segi pengalaman maupun usia dan masing-masing menguasai bidangnya dengan baik yaitu sebagai Financial Modeling Specialist dan Technology Specialist. Untungnya kedua orang tersebut ekspatriat yang humble dan mudah untuk dikelola. Saya sendiri juga berperan sebagai Market Analyst. Karena bidang studi kelayakan yang kami garap sebagai proyek saya pertama kali tersebut bergerak di bidang komponen otomotif dan rekayasa, saya merasa sesuai dengan bidang kuliah saya di Teknik Industri ITB.

Pada penugasan singkat tersebut sebenarnya tak ada yang spesifik menyangkut topik manajemen perubahan karena memang tujuan penugasan adalah menilai apakah suatu usulan usaha dari sebuah kelompok usaha besar yang sedang ekspansi saat itu bisa dikatakan layak untuk pendanaan atau tidak. Namun setidaknya saya belajar banyak hal yang pada akhirnya merupakan komponen penting dalam apa yang kemudian terkenal dengan sebutan manajemen perubahan. CEO (Chief Executive Officer) dari kelompok usaha tersebut bisa dikatakan visioner karena ia bercita-cita membuat usaha terpadu mulai dari biji besi hingga produk final, seperti komponen otomotif, bahkan suatu hari salah satu produknya adalah mobil. Pemikiran terpadu seperti ini, diungkapkan dengan tutur kata artikulatif, membuat pembelajaran tersendiri bagi saya akan peran kunci sebuah visi. Visi juga yang akhirnya menjadi hal pokok dalam transformasi bisnis. Bisa dikatakan, itulah pertama kali saya “merasakan” makna signifikan sebuah visi untuk memberikan ruh hingga sebuah usaha berdenyut dalam upaya meraihnya.

Penugasan-penugasan saya selanjutnya secara kategori dalam bidang konsultan termasuk dalam ranah business strategy, namun realitanya saya menjumpai banyak isu-isu terkait manajemen perubahan selama implementasi dari strategi. Dalam suatu penugasan saya dihadapkan kepada proses transformasi sebuah perusahaan menghadapi semakin tajamnya persaingan bisnis yang dihadapi. Seperti biasa, pendekatan dan metodologi yang kami gunakan saat itu mulai dari analisis kondisi saat ini (As-Is Analysis) kemudian disertai serangkaian lokakarya dengan klien tentang kondisi yang akan datang atau biasa disebut dengan To-Be. Dari situ kemudian dipetakan proses bisnis yang baru disertai dengan implementasi. Akhirnya, saat implementasi tersebutlah saya belajar bahwa banyak isu terkait manajemen perubahan yang menjadi pertimbangan utama sebelum sebuah konsep bisnis dalam bentuk proses bisnis baru dan prosedur operasi baku akan diterapkan.

Dari serangkaian penugasan tersebut, semakin jauh terlibat dalam kegiatan konsultansi dengan klien, saya semakin menyadari bahwa menyiapkan orang terlebih dahulu jauh lebih penting dari pada sekedar menjalankan sebuah konsep bisnis yang luar biasa bagusnya (robust). Bisa dikatakan, sebagus apapun sebuah konsep bisnis tak akan bisa dijalankan bila orang-orang di dalam organisasi atau perusahaan tersebut tak memahami sepenuhnya buat apa sebuah konsep perlu dilakukan. Sebagian besar orang sudah merasa bahwa yang selama ini dikerjakan, meski belum sempurna, sudah dianggap terbaik. Dasar mengatakan hal ini bisa berlandaskan akal sehat maupun emosi. Dalam hal dasar akal sehat sebagian besar mengatakan bahwa dengan cara kerja yang berlaku buktinya perusahaan tumbuh secara mantab sekitar 20% tiap tahun. Laba bersih pun tahun lalu meningkat sekian persen. Dalam hal ini orang menilai dari hasil kinerja perusahaan dalam hal finansial. Dalam hal emosi sebagian besar orang mengatakan bahwa yang dilakukan saat ini sudah dikerjakan dengan baik dan merasa nyaman dengan cara ini, mengapa musti berubah?

Sejak itu saya tak pernah menganggap remeh dengan apa yang dikatakan sebagai manajemen perubahan. Di setiap penugasan yang saya jalani selalu saja dijumpai isu-isu terkait manajemen perubahan. Hal ini bisa saya pahami karena setiap penugasan saya selalu terkait dengan perubahan tertentu, baik itu perubahan proses dan metode kerja, restrukturisasi organisasi, pembukaan pasar baru, peluncuran produk baru, penataan sistem manajemen SDM, maupun cara pelayanan baru. Semakin saya mendalami bidang pekerjaan saya sebagai konsultan semakin banyak saya jumpai hal-hal pokok dan pembelajaran terhadap manajemen perubahan terutama dalam menghadapi orang dengan karakter dan sikap yang berbeda. Pengalaman saya sebelumnya selama sepuluh tahun lebih dalam industri jasa konstruksi anjungan lepas pantai di bidang migas sangat membantu saya dalam melihat masalah dalam kacamata praktis dan bukan berbicara lagi dalam ranah wacana. Ini yang membuat saya tertantang untuk menjiwai lebih dalam pekerjaan saya sebagai konsultan yang ternyata sangat saya nikmati hingga kini. Meski saya sempat kemudian kembali menjadi praktisi selama lima tahun di Citibank, namun sifat pekerjaan saya di bidang implementasi Six Sigma tetap ada nuansa consulting nya juga.

Do Not Change! FACILITATE. Mengapa?

Banyak sekali perubahan yang gagal bahkan lebih banyak perubahan yang gagal dibandingkan yang berhasil. Mengapa? Dari pengalaman saya, bila disuruh mengatakan satu hal yang membuat sebuah perubahan berhasil maka jawaban saya sederhana dan tegas, terdiri dari satu kata saja: keterlibatan. Ya! Jangan harapkan perubahan berlangsung langgeng bila tak memperhatikan keterlibatan orang dalam perencanaan maupun implementasi. Aspek keterlibatan tidak hanya penting namun sangat penting dan merupakan ruh yang menjiwai setiap perubahan yang terjadi. Bila ada suatu perubahan dipaksakan oleh pimpinan, mungkin akan terjadi namun tak akan berlangsung langgeng. Saya sudah banyak melihat hal ini.

Ada tiga alasan mengapa saya pilih judul ini.

Pertama, melalui buku ini saya ingin menekankan bahwa mempertimbangkan pentingnya keterlibatan dalam setiap perubahan dalam ukuran besar maupun kecil, cara penanganan paling efektif adalah dengan menggunakan pendekatan fasilitatif. Sebuah perubahan bisa dikatakan berhasil bila ia berjalan langgeng karena orang yang menjalankan perubahan merasakan benar manfaat dari perubahan tersebut sehingga ia perlu mempertahankannya terus menerus. Iapun melakukannya dengan senang hati karena ia merasa memiliki perubahan tersebut. Bila sebuah perubahan terjadi karena instruksi alias adanya “keharusan” melakukannya maka ia hanya berlaku sementara saja. Contoh paling mudah dalam kehidupan sehari-hari adalah penggunaan helm pada saat mengendarai sepeda motor. Pada awalnya peraturan ini, banyak pengendara sepeda motor menganggapnya sebagai peraturan yang dibuat oleh polisi. Namun dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya dijumpai kecelakaan yang menyebabkan cedera serius karena tak menggunakan helm dan program sosialisasi yang dilakukan pada akhirnya orang menyadari pentingnya menggunakan helm saat mengendarai sepeda motor. Seorang pelaku perubahan yang merupakan inisiator terhadap perubahan baru akan efektif bekerjanya bila menggunakan pendekatan fasilitatif yang tak menggurui dan menganggap orang lain bodoh. Demikian halnya atasan juga harus berperilaku fasilitatif bila ingin anak buahnya menjalankan perubahan. Ini tentu memerlukan sikap fasilitatif dari seorang pemimpin yang transformasional.

Sebuah jari yang dimasukkan ke dalam gelas berisi air kemudian digerak-gerakkan sehingga air di dalam gelas bergejolak dan bila jari diangkat maka air kembali tenang memberikan gambaran metafora kepemimpinan tangan besi. Dalam hal ini karyawan baru menunjukkan kegiatannya ketika boss nya ada di sekitar mereka. Begitu boss nya pergi, mereka kembali tenang tak bekerja lagi. Sekarang kita bayangkan air di dalam sebuah mangkok yang dipanaskan lama kelamaan akan mulai timbul gelembung dan akhirnya saat mendidih air bergolak terus menerus. Ini ibarat sebuah perusahaan yang kegiatannya menjadi aktif terus menerus karena merespons terhadap perubahan lingkungan, kompetisi yang semakin ketat, misalnya. Padahal, di dalam air tersebut tak ada yang menggoyang-goyangkan seperti halnya jari seperti kondisi di atas. Tanpa ada campur tangan langsung seorang boss (jari-jari) toh air di dalam mangkok yang dipanaskan tetap selalu bergolak.

Alasan kedua, saya ingin fokus di area dimana saya menguasai dengan baik, yaitu memfasilitasi terjadinya perubahan karena sepanjang pengalaman saya di area manajemen perubahan, sebagian besar saya berperan sebagai fasilitator perubahan bukan sebagai yang ‘menjalankan’ perubahan. Pengecualian dalam hal ini adalah saat saya berkarir di Citibank Global Consumer Banking, saya juga memerankan pelaku perubahan sekaligus memfasilitasi orang lain untuk berubah. Saat itu bidang yang saya kerjakan adalah Six Sigma. Selebihnya saya lebih banyak berkecimpung dalam area memfasilitasi perubahan. Orang bijak mengatakan bahwa sebaiknya memulai sesuatu dari bidang yang kita kuasai. Untuk itu saya merasa percaya diri membahas Facilitate Change (memfasilitasi perubahan). Hal ini membantu saya agar fokus, meskipun di beberapa bagian akan dikupas hal lain yang terkait sebagai penjelasan lebih lanjut.

Ketiga, dengan menggunakan judul Don’t Change! FACILITATE saya juga merasa nyaman karena ini merupakan kalimat tindakan (action words) yang bersifat aktif daripada Manajemen Perubahan yang bersifat pasif dan sangat luas pula cakupannya. Tentu saja judul ini juga direncanakan sebagai faktor pembeda (differentiator) sehingga Anda tertarik membeli buku ini. Buktinya, buku ini berada di tangan Anda saat ini. Bila Anda berselancar dengan google mencari kata ‘change management’ maka Anda akan jumpai seratus sembilan juta (109.000.000) temuan karena begitu luasnya ilmu manajemen perubahan. Makna bagi pembaca sekaligus bisa menyikapi bagaimana ia berperan aktif dalam program perubahan di perusahaan atau organisasi dimana ia bekerja. Memfasilitasi perubahan bukan merupakan domain konsultan atau Facilitator namun juga perlu dipahami setiap orang yang bekerja agar ia juga ikut aktif berperan sebagai “pelaku” bukan “penonton” atau “korban” dari perubahan. Memahami dan belajar ketrampilan memfasilitasi (facilitation skills) jauh lebih bermakna daripada seorang pelatih (trainer) bidang tertentu. Menjadi facilitator lebih sulit daripada menjadi trainer karena lebih mengutamakan proses komunikasi dua-arah yang interaktif dan dinamis.

Mengapa topik ini penting sehingga perlu sebuah buku?

Ada dua hal mengapa menurut saya buku ini perlu (baca: “harus”) diterbitkan dan menjadi referensi. Pertama, perubahan sudah menjadi bagian integral dari kehidupan baik itu dalam konteks perusahaan, institusi maupun organisasi namun juga pada individu. Tak ada satupun perusahaan atau organisasi ataupun produk / jasa yang kebal terhadap perubahan baik itu skala besar maupun kecil. Masih ingat produk-produk seperti telex, telegram, mesin ketik, pager, film Polaroid? Mungkin sebagian orang masih menggunakan, misalnya seperti mesin ketik, namun pemanfaatannya sangat terbatas sekali karena kemajuan teknologi. Masih banyak contoh produk-produk yang akhirnya usang dimakan jaman. Bahkan dari segi brand (merek) pun sudah banyak perubahan. Saya pernah bekerja di PT Metrodata yang saat itu mengageni WANG Computer yang pada jamannya sangat tangguh, namun sekarang sudah tak terdengar lagi merek tersebut. Artinya, suka atau tidak kita secara faktual sudah dihadapi dengan perubahan itu sendiri. Pada konteks individu, gaya hidup kita sudah berubah drastis dua dekade ini terutama satu dekade terakhir ini. Dulu komunikasi seluler dilakukan melalui kotak seukuran tas koper kecil. Masih ingat saya di tahun 1990 saat bekerja di perusahaan konstruksi yang beroperasi di Grenyang, sekitar Anyer. Komunikasi dengan kantor pusat menggunakan hanya satu unit telepon seluler yang berukuran tas koper kecil tersebut. Tak terbayangkan saat itu bila setiap orang memerlukan ponsel. Perkembangan sepuluh tahun kemudian cukup menakjubkan karena banyak sekali orang yang menggunakan ponsel. Dekade terakhir ini justru banyak orang yang memiliki lebih dari satu ponsel. Itupun masih terus tumbuh karena penetrasi penggunaan telpon di Indonesia hanya berkisar pada angka …..

Alasan kedua, kita perlu menyikapi setiap perubahan yang terjadi dengan bijak,  menggunakan segenap kemampuan dan pengetahuan kita. Tak ada pilihan lain selain mengambil sikap. Lihat saja, dulu saya tak menganggap perlu memiliki ponsel, namun pada suatu titik akhirnya saya memiliki juga karena adanya kebutuhan. Ini juga perlu sikap karena menonton perubahan teknologi yang terjadi menyebabkan kita hanya bertindak pasif dan akhirnya malah menjadi korban. Coba bayangkan kalau saya masih bersikap tak mau memiliki ponsel – maka betapa sulitnya membuat janji bertemu di suatu mall tanpa titik temu yang presisi. Bisa jadi saya kehilangan banyak bisnis karena tak bisa mengelola waktu dengan baik. Sikap yang harus kita ambil adalah mencoba mendapatkan manfaat paling tepat untuk kemajuan kita dengan memfasilitasi perubahan. Dalam hal ponsel tadi, fasilitasi yang perlu saya lakukan tentunya sesuai dengan kebutuhan pokok saya utuk selalu mutakhir terhadap perkembangan yang terjadi terkait dengan bisnis atau pekerjaan saya. Contohnya, saya harus memiliki kebiasaan baru mengatur dering ponsel pada saat harus dimatikan atau dibuat sunyi, misalnya pada saat rapat atau di masjid. Kebiasan-kebiasan baru ini tadinya tak perlu ada saat saya belum memiliki ponsel. Kemudian, saya harus rajin cek ponsel untuk mengetahui bila ada SMS penting yang masuk.

Dengan dua alasan tersebut sudah jelas begitu pentingnya menguasai ilmu memfasilitasi perubahan agar kita menjadi lebih efektif dalam bekerja dan menjalani kehidupan ini.

Untuk siapa buku ini?

Target utama penyusunan buku ini adalah setiap orang yang terlibat atau bekerja di perusahaan atau institusi pemerintah yang terlibat dengan perubahan. Ketika saya berbicara tentang perubahan, jangan langsung berpikir bahwa saya berbicara tentang transformasi bisnis menyeluruh dan fundamental melibatkan semua unit yang ada di sebuah perusahaan atau organisasi. Saya berbicara mengenai perubahan ini bahkan mencakup perubahan hal yang kecil sekalipun, misalnya bagaimana menangani pengiriman barang ke pelanggan yang alamatnya telah pindah. Jangan sepelekan hal yang sepertinya kecil ini. Coba bayangkan bila Anda merupakan bagian dari perusahaan yang berkecimpung di dalam usaha yang melayani pesan antar (delivery order). Seorang karyawan yang telah diberi tahu perpindahan alamat harus segera memberikan informasi tersebut kepada bagian yang bertanggung-jawab dalam memutakhirkan database pelanggan. Tak hanya itu saja, perpindahan alamat berdampak kepada beban penugasan staff yang menangani area dimana alamat pelanggan yang baru berlokasi.; belum tentu beban kerjanya masih memungkinkan menangani pengiriman tepat waktu. Hal ini bisa berdampak kepada alokasi sumber daya. Singkat kata, sebuah perubahan kecil bisa menjadi masalah besar bila tak ditangani dengan baik, melibatkan beberapa unit terkait.

Kalau di dunia perbankan, perubahan alamat bukan hal yang sepele karena ini menyangkut data pelaporan keuangan nasabah yang dikirim setiap bulan. Bagaimana kalau laporan bulanan dikirim ke alamat yang salah? Hal ini bisa menyebabkan masalah besar. Bahkan ada sebuah bank asing yang membentuk satu unit kerja khusus yang menangani perubahan alamat. Prosedur perubahan alamat pun harus dibuat dengan teliti karena yang berhak mengajukan perubahan alamat adalah nasabahnya sendiri dan tak boleh diwakilkan ke orang lain, meskipun itu keluarganya sendiri.

Sebuah perubahan berskala besar memerlukan perubahan pola pikir dan perilaku dari setiap individu yang ada di perusahaan tersebut mulai dari tukang pembersih sampai ke Direktur Utama atau CEO. Perubahan seperti ini biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama, bisa antara dua hingga lima tahun, bahkan bisa lebih dari lima tahun. Dalam hal ini sebenarnya yang sedang terjadi adalah transformasi bisnis dengan melalui perubahan mendasar dalam budaya kerja perusahaan mencapai tujuan baru yang lebih menantang.

Dari pemaparan di atas Anda bisa bayangkan betapa yang namanya perubahan itu sudah merupakan hal yang selalu saja terjadi selama sebuah perusahaan beroperasi. Coba sebutkan satu saja contoh perusahaan atau organisasi yang tak mengalami perubahan baik dari faktor eksternal maupun internalnya. Mustahil bisa ditemukan perusahaan atau organisasi yang seperti ini karena dunia yang selalu  berubah, tuntutan pelanggan yang selalu meningkat, tekanan persaingan yang semakin ketat. Artinya, setiap individu yang berada di dalam sebuah organisasi selalu mengalami perubahan. Sekarang tinggal bagaimana si individu ini menyikapinya, mau jadi korban atau pelaku perubahan. Bila Anda hanya menjadi penonton, berarti Anda akan menjadi korban dari perubahan dan Anda tak perlu baca buku ini karena buku ini bukan untuk pengamat atau penonton tapi untuk pelaku.

Ada tiga kategori pelaku perubahan:

  1. pelaku yang menjalankan perubahan (doer),
  2. pelaku yang memfasilitasi perubahan (facilitator) , dan
  3. pelaku yang menjalankan dan sekaligus memfasilitasi perubahan. Kategori yang  terakhir ini kemudian biasa disebut sebagai change agent (agen perubahan).

Pelaku perubahan yang hanya memfasilitasi tanpa menjalankan perubahan biasanya disebut sebagai Konsultan Independen yang direkrut untuk membantu sebuah perusahaan menjalankan perubahan. Konsultan Independen bisa berupa perusahaan atau individu yang direkrut khusus untuk menjadi fasilitator dalam sebuah program transformasi.

Jadi jelas bahwa target pembaca buku ini adalah setiap individu di dalam organisasi maupun juga konsultan independen baik itu perorangan maupun mereka yang bekerja pada sebuah perusahaan konsultan. Saya pernah mengalami semua dari tiga kategori tersebut meskipun paling banyak saya berperan sebagai Fasilitator, yaitu konsultan independen baik sebagai individu maupun sebagai wakil dari perusahaan konsultan. Tentu saja saya mentargetkan buku ini dibaca oleh setiap orang yang bekerja di dalam sebuah perusahaan maupun institusi pemerintahan.

Alur Pikir

Buku ini saya harapkan bisa memberikan pencerahan bagi mereka yang ingin mengetahui lebih jauh tentang manajemen perubahan dan bagaimana berkontribusi langsung dengan jalan memfasilitasi terjadinya perubahan. Untuk itu perlu adanya konsep yang jelas tentang pemahaman substansi dari perubahan dan bagaimana setiap halaman dari buku yang Anda baca ini bisa melibatkan seolah-olah Anda berada di dalamnya, sebagai pelaku dari perubahan. Meskipun sebagian besar isi buku ini didasari pengalaman nyata saya dalam bidang ini, baik dalam mengelola program dan proyek, memfasilitasi manajemen perubahan maupun sebagai adviser dalam bidang manajemen perubahan, buku ini juga mengulas beberapa teori yang dikembangkan berdasarkan riset oleh pakar manajemen perubahan.

Hal utama yang perlu disadari adalah pemahaman mengenai alasan untuk berubah dan hal ini diuraikan di Bab 1 dari buku ini. Pemahaman dan penguasaan mengenai alasan untuk berubah sangat fundamental dalam mengawal sebuah perubahan yang berhasil. Bila alasan untuk berubah tak jelas dan lemah, bisa dipastikan akan gagal. Perubahan dengan tujuan sekedar lebih baikpun kurang kuat dan pasti gagal. Bila alasan kuat maka kita bisa mengukur apakah perubahan kita berhasil atau tidak. Kriteria berhasil di sini tak sekedar hasil yang diharapkan tercapai namun juga harus langgeng dan bisa berkembang lebih baik lagi.

Bab 2 membahas tentang faktor-faktor pemicu perubahan. Bila diuraikan panjang lebar, tentu banyak sekali faktor pemicu perubahan. Namun, untuk kesederhanaan dan kepraktisan akan dikategorikan menjadi dua hal besar yaitu pemicu eksternal dan internal. Hal penting yang saya sajikan di bab ini adalah penggunaan kerangka strategi bisnis dari Michael Porter yang biasa dikenal dengan Five Forces model dan juga kerangka Six Levers of Change yang saya pelajari selama karir saya di Price Waterhouse dan masih relevan hingga hari ini. Tak kalah pentingnya adalah bagaimana kita sebagai pelaku perubahan bisa beperan secara efektif di dalam tahap ini.

Bab 3 sudah masuk ke dalam ranah perubahan, yaitu Merencanakan Perubahan. Di dalam bab ini substansi tentang manajemen perubahan sudah langsung saya bahas secara lugas karena di sinilah pada dasarnya arena pertempuran kita, yakni membuat perencanaan yang matang dan praktis. Faktor kepraktisan ini sangat kunci karena percuma saja kita membuat sebuah perencanaan yang terlalu canggih namun tak dimengerti orang lain, akhirnya perubahan menjadi kandas sebelum hasil akhir diperoleh.

Bagian terpenting dalam merencanakan perubahan adalah menyusun strategi perubahan yang dibahas di dalam bab selanjutnya, Bab 4. Mengapa dibahas di dalam bab terpisah? Karena strategi perubahan sangat penting dan perlu kajian khusus sehingga pembaca bisa memahami dan menguasai esensinya dengan baik. Selain substansinya yang penting, hal lain yang sangat kritikal dalam strategi perubahan adalah proses penyusunannya paling efektif bila melibatkan orang lain sehingga pelaksanaannya bisa lebih lancar.

Bab 5 mengulas tentang menjalankan atau implementasi dari rencana manajemen perubahan yang telah disusun. Hal terpenting dalam implementasi adalah memahami sepenuhnya dinamika organisasi hingga pada level individu karena memfasilitasi perubahan berfokus kepada individu.

Bab 6 membahas tentang resistensi terhadap perubahan dan beberapa pendekatan untuk mitigasinya. Mengatasi resistensi ini merupakan hal yang sering dijumpai dalam implementasi perubahan yang sudah dicanangkan.

Bab 7 membahas tentang bagaimana menindak-lanjuti rencana tindakan secara efektif sehingga bisa dicapai manfaat sesuai target. Saya tekankan peran coaching yang penting dan sentral dalam mengawal proses perubahan individu yang efektif.

Bab 8 membahas tentang monitoring dan evaluasi terhadap rencana tindakan yang telah dijalankan.

Bab 9. Satu hal yang perlu saya tekankan di sini adalah bahwa menjalankan sebuah program perubahan sepertinya selalu mudah pada tahap perencanaan dan perumusan namun pada saat implementasi banyak sekali hal tak terduga yang dialami sehingga kita seakan lupa bahwa pada awalnya kita punya rencana. Bila hal ini Anda jumpai, jangan segera melupakan rencana yang telah dibuat. Justru ini merupakan pembelajaran terbaik dalam menjalani sebuah perubahan. Untuk itu saya mendedikasikan bab 9 untuk secara khusus membahas bagaimana menyikapi usangnya rencana baik yang telah disusun. Saya banyak menjumpai justru orang cenderung melupakan rencana yang dulu disusun dengan seksama sambil mengatakan “Ah itu kan di atas kertas….. Pada prakteknya kita harus banyak kompromi.” Bila hal ini disertai tindakan melupakan rencana awal, justru di situlah bibit kegagalan program perubahan sudah mulai teridentifikasi.

Selamat melanjutkan perjalanan mengarungi pemahaman dan penguasaan dalam hal memfasilitasi perubahan ….

Membentuk Pemimpin Perubahan Di Sektor Publik

Oleh: Agus Dwiyanto

Ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan publik (pemerintah) sudah jamak dibicarakan. masyarakat sudah lama menunggu datangnya perubahan yang mampu membuat pelayanan publik menjadi lebih berkualitas dan mudah diakses. Reformasi birokrasi memberi harapan baru kepada warga untuk lebih mudah mengakses pelayanan yang berkualitas. Birokrasi publik membutuhkan pemimpin perubahan yang mampu memenuhi harapan masyarakat itu.

Lembaga Administrasi Negara (LAN) menjawab tantangan tersebut dengan mereformasi Diklat Kepemimpinan yang selama ini diselenggarakan lembaga ini. Diklat Kepemimpinan Pembaruan dirancang untuk membentuk pemimpin perubahan di sektor publik. “Para pejabat publik yang mengikuti Diklat Kepemimpinan dibekali dengan wawasan kebangsaan dan integritas yang tinggi sehingga memiliki karakter yang kuat sebagai pemimpin perubahan,” ujar Kepala Lembaga Administrasi Negara, Prof. Dr.Agus Dwiyanto, MPA.

Kedua kompetensi itu, lanjut Agus Dwiyanto, diperlukan untuk menjamin perubahan yang dilakukan menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan sektor, daerah, instansi, dan kepentingan sempit lainnya. Peserta juga dibekali berbagai keahlian untuk merencanakan perubahan di instansinya, membangun dukungan dan mengurangi resistensi terhadap perubahan, dan mengelola perubahan.

Pembelajaran Berbasis Pengalaman
Untuk membentuk pemimpin yang berkarakter dan pro-perubahan maka Diklatpim mengenalkan pembelajaran berbasis pengalaman. Pembelajaran yang semula lebih banyak bersifat klasikal diubah menjadi lebih banyak non-klasikal, yang menekankan peserta mengalami sendiri melakukan perubahan. Waktu peserta lebih banyak dihabiskan di instansinya untuk merencanakan dan mengelola perubahan di bawah bimbingan pimpinan dan melibatkan kolega dan bawahannya. Di luar kelas, peserta harus melakukan breaktrough dalam dua tahap, yaitu taking ownership and leadership laboratory.

Dalam breaktrough yang pertama peserta membangun kesepakatan dengan pimpinan dan kolega tentang perubahan yang akan dikelolanya. Sedangkan dalam breaktrough yang kedua, peserta menjalankan proyek perubahan didampingi pimpinan sebagai mentor dan widyaiswara sebagai coach dan conselor. Secara keseluruhan, tahap pembelajaran Diklat Kepemimpinan untuk menghasilkan pemimpin perubahan dapat digambarkan sebagai berikut:

Benchmarking Inovasi dan Teladan Keberhasilan
Peserta juga melakukan bencmarking inovasi dan teladan keberhasilan reformasi di sektor publik. Bencmarking dapat dilakukan di luar negeri atau di dalam negeri tergantung pada jenis inovasi dan teladan keberhasilan pembaharuan di sektor publik yang akan menjadi bahan bagi peserta dalam merumuskan policy brief (perubahan di tingkat nasional) dan proyek perubahan (perubahan di tingkat instansional).

Untuk melengkapi kompetensi peserta dalam memimpin perubahan, peserta belajar bagaimana membangun tim perubahan yang tangguh. Dijelaskan Agus Dwiyanto, peserta perlu memahami political landscape dari perubahan yang direncanakannya.Dari pemahaman ini, maka peserta dapat memetakan kepentingan dan pengaruh masing-masing aktor dan pemangku kepentingan, yang kemudian memungkinkannya membangun strategi komunikasi yang efektif untuk mendukung perubahan yang dilaksanakan.

Pasca Diklat, LAN akan melakukan serangkaian kegiatan untuk memperkuat utilisasi hasil pembelajaran. LAN juga mengembangkan jejaring pemimpin perubahan di sektor publik. Melalui jejaring ini semangat perubahan dapat terus digelorakan dan pembentukan pemimpin perubahan di sektor publik secara masif dan cepat dapat dilakukan. “Dengan membentuk pemimpin perubahan di sektor publik harapan masyarakat untuk memiliki birokrasi bersih dan melayani akan menjadi kenyataan,” ujar Agus Dwiyanto.

Dimuat di Majalah Tempo Edisi Tanggal 18-24 November 2013

Teknis Pelaksanakan Diklat Pola Baru 2014

Untuk Diklat Pim Tk. III Pola baru 2014 dilaksanakan selama 93 hari kerja, 240 Jam Pelajaran atau 28 hari kerja untuk pembelajaran klasikal dan 585 Jam Pelajaran atau 65 hari kerja untuk pembelajaran non klasikal yang diatur dalam 5 tahap sebagai berikut :

Tahap I  :

On Campus/9 hari kerja, Diagnosa kebutuhan perubahan organisasi

Tahap II :

Off Campus/5 hari kerja di SKPD, Breakthrough I : Taking Ownership

Tahap III :

On Campus/15 hari kerja, Merancang perubahan dan membangun tim

Tahap IV :

Off Campus/60 hari kerja, Breakthrough II: Leadership Laboratory

Tahap V :

On Campus/2 hari kerja, Evaluasi

pada saat pembelajaran klasikal (On Campus) peserta diasramakan dan diberikan kegiatan penunjang kesehatan jasmani/mental sebanyak 14 jam pelajaran

Untuk Diklat Pim Tk. IV dilaksanakan selama 97 hari kerja, 282 Jam Pelajaran atau 32 hari kerja untuk pembelajaran klasikal dan 585 Jam Pelajaran atau 65 hari kerja untuk pembelajaran non klasikal yang diatur dalam 5 tahap sebagai berikut :

Tahap I  :

On Campus/13 hari kerja, Diagnosa kebutuhan perubahan organisasi

Tahap II :

Off Campus/5 hari kerja di SKPD, Breakthrough I : Taking Ownership

Tahap III :

On Campus/17 hari kerja, Merancang perubahan dan membangun tim

Tahap IV :

Off Campus/60 hari kerja, Breakthrough II: Leadership Laboratory

Tahap V :

On Campus/2 hari kerja, Evaluasi

pada saat pembelajaran klasikal (On Campus) peserta diasramakan dan diberikan kegiatan penunjang kesehatan jasmani/mental sebanyak 14 jam pelajaran.

Keterangan: Dalam proses pembelajaran ini peserta TIDAK WAJIB MEMBUAT KKP-KKK-KKA-KKOL karena mata diklat tersebut telah diganti total. Diklatpim ini menekankan perubahan di SKPD masing-masing peserta.